inilahbali.com, DENPASAR – Mungkin sudah tak asing lagi dengan ungkapan yang sering kita dengar: “Ibarat buah simalakama, dimakan ayah mati, tidak dimakan ibu mati”. Nah lho, bingung menjawabnya?
Ini sedikit mundur ke belakang, barangkali tak ada salahnya merenungkan atau sekaligus mencerna pandangan yang disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap pilihan dilematis tersebut. Pendapat orang nomor satu di jajaran Pemprov Bali ini disampaikan beberapa pekan sebelum sampai pada penghujung tahun 2013 di press room Pemprov Bali di Renon Denpasar.
Ketika itu Gubernur Pastika mengajukan pertanyaan ke sejumlah awak media yang hadir pada suatu acara ngobrol ringan di press room. Dia pun melemparkan pertanyaan terkait dilematis buah simalakama tersebut. “Ayo, siapa yang bisa jawab dan tolong jelaskan argumentasinya,” ujar mantan Kapolda Bali ini.
Ditanya demikian, para wartawan pun tampak bingung member jawaban. Namun salah seorang diantaranya nyeletuk sekenanya,”Saya pilih memakannya (berarti bapak meninggal), alasannya kalau ibu masih hidup kan bisa melahirkan lagi.”
Atas jawaban tersebut, Gubernur Pastika merasa belum puas terutama argumennya yang dianggap kurang tepat. Kalau pilihannya, memakan buah itu, Pastika sependapat. Adapun alasannya, menurut purnawirawan polisi jenderal bintang tiga ini terkait dengan kepemimpinan.
Seorang pemimpin, lanjut Pastika, sering dihadapkan pada pilihan-pilihan teramat sulit layaknya menghadapi buah simalakama tersebut. Sementara dari pilihan-pilihan yang dihadapi tersebut memang harus ada yang diputuskan untuk dipilih salah satunya, yang tentunya selalu ada konsekuensi risiko-risiko ikutannya.
Jadi kalau dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, menurut Pastika, pilihan yang diambil haruslah mempertimbangkan yang lebih banyak positifnya. Dengan demikian, bila pilihannya tidak memakan saja (buah simalakama) ibu meninggal, maka lebih baik memakannya walau risikonya bapak yang meninggal. Dengan kata lain, kelebihannya adalah masih dapat makan, yang tentunya bisa untuk menjaga kelangsungan hidup.
“Jadi dalam memutuskan pilihan di antara pilihan-pilihan yang sulit itu harus lebih mempertimbangkan mana yang lebih banyak positifnya,” ujar Pastika. (ana)