Tag Archives: Desa

UU Desa Berpeluang Kuatkan Desa Adat di Bali

SAMSUNG CAMERA PICTURES

inilahbali.com, BANGLI – Undang-undang (UU) No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dinilai berpeluang untuk menguatkan keberadaan Desa Adat atau Desa Pakraman di Bali. Untuk itu, peluang ini harus diambil oleh masyarakat Bali agar Desa Adat mampu membentengi seni, adat dan budaya dari ancaman kehancuran.

Demikian yang terungkap pada acara sosialisasi tentang UU Desa di depan ratusan Perbekel dan Bendesa Adat yang menjadi prajuru Majelis Desa Adat se-Kabupaten Bangli, Sabtu, 6/9. Pada acara itu hadir anggota DPR RI, Dr. Ir. I Wayan Koster, M.M didampingi Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Jro Gede Suwena Putus Upadesa, Bupati Bangli, I Made Gianyar, unsur Muspida Bangli dan lainnya.

Pada acara itu, Wayan Koster menjelaskan secara detail pasal demi pasal UU Desa sekaligus menjawab berbagai pertanyaan dan silang pendapat terkait pelaksanaan UU Desa ini. Melalui UU Desa ini, pemerintah mengarahkan pembangunan mulai dari Desa. Pendekatan ini sangat berbeda dibandingkan dengan era sebelumnya.

Foto ilustrasi: Seni dramatari adalah salah satu bentuk dari  budaya Bali yang  erat kaitannya dengan keberadaan Desa Adat atau Desa Pakraman di Bali.

Foto ilustrasi: Seni dramatari adalah salah satu bentuk dari budaya Bali yang erat kaitannya dengan keberadaan Desa Adat atau Desa Pakraman di Bali.

Dalam penjelasannya, Koster menyinggung pasal 6 ayat 2 UU Desa yang mengharuskan Bali memilih salah satu dari dua jenis Desa yang ada di Bali. Jika harus memilih, maka menurut Koster mestinya pilih Desa Adat karena Desa Adat ini telah ada jauh sebelum diberlakukannya Desa Dinas.

Menurut politisi asal Bali Utara Buleleng ini, sejak diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 1979, eksistensi Desa Adat di Bali semakin terpinggirkan, padahal tugas-tugasnya sangat berat dalam memelihara adat dan budaya Bali. Dilihat dari kesejahteraannya, nasib para Bendesa Adat di Bali sangat memprihatinkan. Ini berbeda dengan kesejahteraan para Perbekel dan Lurah.

“Jadi Undang-undang Desa ini memberikan peluang kepada masyarakat Bali untuk menguatkan eksistensi Desa Adat sehingga peluang ini harusnya dimanfaatkan dengan baik,” tandas Koster.

Koster melihat telah terjadi ketidakadilan dalam memperlakukan Desa Adat di Bali saat ini. Kata dia, jika pun Desa Adat diberikan bantuan oleh pemerintah daerah, itu karena good will atau kebaikan pemerintah daerah, bukan karena desa adat memiliki hak sebagaimana diatur dalam UU Desa.

Ia menjelaskan, melalui UU Desa, seluruh Desa Adat memiliki peluang untuk menjadi subyek hukum yang selama ini tidak pernah diperolehnya. Dengan menjadi subyek hukum, maka Desa Adat berhak menerima anggaran pembangunan baik dari pemerintah pusat melalui DAU APBN dan ADD dari pemerintah daerah dan sumber pendapatan lain sehingga akan lebih mandiri, terhormat dan bermartabat.

Adanya anggapan dan kekhawatiran bahwa Desa Adat diitervensi oleh Pemerintah, Koster membantahnya. UU Desa Bab XIII ada Ketentuan Khusus tentang Desa Adat. Menurut Koster, Bab XIII mulai dari pasal 96 sampai dengan pasal 111 memberikan kewenangan dan otonomi kepada Desa Adat untuk mengatur wilayahnya sendiri.

“Saya berjuang keras untuk menggoalkan ketentuan tentang Desa Adat ini agar masuk dalam Undang-Undang Desa” , ujarnya.
Warisan Leluhur

Alasan mendasar kenapa Bali harus mendaftarkan Desa Adat adalah agar adat tradisi, seni dan budaya peninggalan tetua Bali tidak semakin luntur sehingga tetap akan lestari. Adat, tradisi, dan seni budaya Bali itu warisan para leuhur yang mesti dilestarikan sampai ke generasi berikutnya. Ia kawatir, jika Desa Adat tidak didaftarkan, maka adat, seni dan budaya Bali itu akan semakin terpinggirkan dan akhirnya hilang dari kehidupan orang Bali.
Ia menyayangkan pihak-pihak yang tidak setuju Desa Adat didaftarkan sebagai orang yang takut kehilangan pengaruhnya di desa dan kurang peduli terhadap upaya pelestarian adat Bali.

“Jika kita berpikir jangka panjang untuk kelestarian adat dan budaya Bali, maka kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek semestinya disingkirkan dulu dan kepentingan umum Bali ke depan yang lebih diutamakan” ajaknya.

Di sela-sela sosialisasi itu, seorang tokoh dari Kabupaten Badung yang mengaku sangat cinta Bali menghimbau masyarakat Bali jangan memilih calon bupati atau calon gubernur yang punya tendensi tidak mendaftarkan Desa Adat.  Kata dia, jika Desa Adat berubah menjadi Desa Dinas, sesuai Pasal 100 UU Desa, maka seluruh aset dan kekayaan yang ada di desa tersebut akan beralih menjadi aset dan kekayaan desa dinas sedangkan Desa Adat hanya tinggal kenangan.

Dan pada gilirannya tidak diakui punya wilayah dan tidak diakui punya warga desa adat karena semua telah menjadi milik Desa Dinas. (ana)

Bantuan ke Desa Pakraman Rp200 Juta, Operasional Prajuru Diplot Rp25 Juta

foto karo adat 1

inilahbali.com, DENPASAR – Seiring akan meningkatnya bantuan untuk Desa Pakraman di Bali mulai tahun 2015 sebesar Rp 200 juta/ desa, maka dana operasional untuk operasional para prajuru pun dinaikkan menjadi Rp25 juta.

“Dengan bertambahnya dana bantuan menjadi Rp 200 juta, maka dana operasional prajuru mencapai Rp 25 juta,” ujar Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali I Dewa Gede Mahendra Putra, Kamis (4/9).

Peningkatan bantuan ke Desa Pakraman dari Rp 100 juta/desa ini tak terlepas dari upaya memperkuat keberadaannya dengan fungsi strategisnya sebagai benteng adat dan budaya Bali.

Selain dalam bentuk bantuan dana juga telah direalisasikan bantuan sepeda motor bagi 1.480 Desa Pakraman tahun 2014 yang tersebar di kabupaten/kota se-Bali.

Terkait bantuan sepeda motor, Karo Humas Dewa Mahendra meminta para bendesa segera melakukan proses balik nama agar nantinya bisa menjadi milik Desa Pakraman. Hal ini penting karena terkait dengan beban bahan bakarminyak (BBM). Karena jika sudah balik nama menjadi milik desa pakraman, sepeda motor tersebut nantinya dapat memanfaatkan BBM bersubsidi.

“Tentunya hal ini akan meringankan biaya operasional para bendesa,” tambahnya. Lagipula, kata dia, biaya balik nama sudah dibantu secara pribadi oleh Wagub Ketut Sudikerta.

Dewa Mahendra memahami bahwa bantuan dana sebesar itu belum bisa menutupi seluruh pengeluaran Desa Pakraman yang punya fungsi dan peran sangat kompleks. “Kita akan terus berupaya meningkatkan bantuan menyesuaikan dengan kondisi APBD,” imbuhnya.

Yang jelas, kata Dewa Mahendra, bahwa upaya untuk memperkuat keberadaan Desa Pakraman bukan semata menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Sinergi dengan pemerintah kabupaten/kota juga sangat dibutuhkan untuk dapat memperkokoh keberadaan lembaga yang menjadi ‘roh’nya adat dan budaya Bali ini. (ana)

Bahas UU Desa, Gubernur Undang Bupati/Walikota se-Bali

inilahbali.com,DENPASAR – Keberadaan Undang – undang No 6/2014 tentang Desa terus menggelinding. Bali sendiri yang memiliki desa pakraman (adat) selain juga desa dinas kembali akan membahasnya dengan melibatkan bupati/walikota se-Bali untuk menyikapinya.

Gubernur Mangku Pastika melalui Kepala Biro Humas Pemprov Bali, Dewa Gede Mahendra Putra sangat berharap kehadiran seluruh bupati/walikota se-Bali langsung tanpa mewakilkan mengingat persoalan ini dinilai sangat penting bagi Bali dalam menyatukan persepsi menyikapi UU tersebut.

“Undangan resmi sudah kita sampaikan dan Bupati/Walikota sangat diharapkan kehadirannya,” ujar Dewa Mahendra, Rabu (16/7). Selain bupati/walikota, juga diundang pimpinan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali serta komponen masyarakat lainnya dalam pertemuan yang dijadualkan berlangsung Kamis (17/7) di Gedung Wiswa Sabha kantor Gubernur.

Pembahasan kali ini adalah kali kedua dilakukan Gubernur Pastika dalam upaya menyatukan persepsi menyikapi penetapan UU Desa. Sebelumnya, tambah Dewa Mahendra, Pemprov Bali telah menggelar pertemuan serupa pada pertengahan Juni lalu.

Kehadiran Bupati/Walikota ini dinilai sangat penting, karena mereka yang nantinya bersentuhan langsung terkait pelaksanaan UU Desa. Dengan kehadiran langsung Bupati/Walikota, pertemuan kali ini diharapkan mampu melahirkan sebuah rumusan yang terbaik untuk masa depan Bali.

Sebagaimana yang disampaikan dalam sejumlah kesempatan, pada prinsipnya Gubernur Pastika mengharapkan agar desa dinas dan desa pakraman bisa tetap hidup berdampingan karena keduanya punya fungsi dan kewenangan yang saling melengkapi.

Di Bali saat ini ada 1.488 desa pakraman, yang keberadaannya menjadi ‘roh’-nya adat/budaya Bali dan menjadi bagian tak terpisahkan dari keunikan Pulau Dewata. Desa Pakraman juga punya sifat sakral serta otonomi sangat kuat dengan aturan pengikat yang disebut awig-awig. Dengan konsep Tri Hita Karana sebagai dasar filosofi pengaturan dan penataan wilayahnya, Desa Pakraman menjadi benteng adat dan budaya Bali.

Sebaliknya, desa dinas yang jumlahnya mencapai 716 juga mempunyai peran dalam mengatur urusan pemerintahan. Melihat keduanya punya fungsi dan peran yang saling melengkapi, maka keberadaan Desa Dinas dan Desa Pakraman di Bali bukanlah dualisme, melainkan dualitas.

Karena itu, Gubernur berpandangan pola ko-eksistensi dua desa ini dapat dipertahankan. Dengan demikian, keduanya akan berjalan berdampingan, saling isi dan melengkapi. (ana)