Workshop KTR: Merokok tak Dilarang tapi Diatur

Written by on September 30, 2013 in Kabar Bali - No comments

Workshop KTRinilahbali.com, Jembrana: Meski Provinsi Bali telah memberlakukan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun tampaknya Perda tersebut dirasa belum terimplementasikan dengan efektif. Berbagai komponen masyarakat dan lembaga pemerintah pun telah banyak yang berbuat untuk menyosialisasikan Perda ini, tak terkecuali Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali.

Masih terkait hal itu, Jumat (27/9), LPA Provinsi Bali menyelenggarakan workshop Peningkatan Peran MMDP (Majelis Madya Desa Pekraman) dan Lembaga Keagamaan dalam Pengembangan Perda KTR dengan melibatkan seluruh Bendesa Pekraman di Jembrana termasuk anggota Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) di aula Amerta Hotel Jimbarwana Kabupaten Jembrana.

Dalam workshop sehari tersebut, sekretaris LPA Bali, Titik mengungkapkan Perda Bali tentang KTR oleh Pemkab Jembrana telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2013. Perda KTR, menurut Titik, sesungguhnya tidak bermaksud untuk melarang orang merokok tetapi Perda tersebut hanya untuk mengatur masyarakat terutama para perokok dan intinya adalah untuk melindungi perokok pasif. LPA dalam hal ini ingin juga memberikan perlindungan kepada anak-anak dari dampak negatif rokok. “ Perda maupun Perbup tidak melarang orang merokok tetapi hanya mengatur perokok “ kata Titik.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Universitas Udayana tahun 2012, bahwa 50 % perokok berasal dari masyarakat yang berpenghasilan di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Ia juga mengharapkan Perda Bali No. 10 Tahun 2011 yang saat ini baru ditindaklanjuti dengan Perbup di Jembrana perlu segera ditindaklanjuti dengan Perda Kabupaten. “Hasil survei yang kami lakukan, 75 % masyarakat Jembrana setuju KTR di Perdakan, “ ujar Titik.

Sementara itu Bupati Jembrana I Putu Artha saat membuka workshop menyebutkan, tidak mudah untuk memberhentikan seseorang yang suka merokok. Itu semua perlu proses dan kesadaran. Meski begitu, Bupati Artha meminta para bendesa pekraman termasuk tokoh agama yang lain untuk mentaati Perda dan Perbup yang sudah diberlakukan. Artha mencontohkan larangan merokok di pura supaya disampaikan oleh bendesa.

“Sebisa mungkin pengaturan kawasan tanpa rokok juga masuk ke dalam awig-awig, “ kata Bupati Artha. Selain itu Bupati Artha menyindir perokok, “Di iklan-iklan sudah terpampang tulisan akibat buruk merokok, tetapi karena asap rokok, tulisan tersebut tidak terbaca“. Artha berharap dengan workshop yang melibatkan tokoh-tokoh agama dan adat, akibat buruk dari rokok dapat ditekan. (huj)

Leave a Comment