Sisi Lain Bocah Bali: Berjuang Jualan Keliling

Written by on October 11, 2013 in Khas - No comments

Sisi Lain Bocah Baliinilahbali.com, Denpasar: “Saya tak sekolah karena tak bisa membayar uang awal Rp300 ribu. Saya suka sekolah, tapi sekarang saya harus berjualan agar dapat uang.”

Kalimat itu memang tak asli diucapkan bocah yang mengaku bernama Made Widiada,12, melainkan dalam bahasa Bali, ketika inilahbali.com mengajak ngobrol di salah satu stage Art Centre Taman Budaya Denpasar, Kamis (10/10) siang.

Anak asal Desa Songan (B) Kintamami Kabupaten Bangli ini terlihat tegar meski badannya agak kurus. Dia begitu kuat mengusung dagangannya yang ditaruh dalam nampan ukuran cukup besar. Berat dagangannya sekitar 25-30 kg.

Yang dijual aneka makanan tradisional seperti ketela rebus, jagung rebus, pisang rebus, semangka iris, melon, papaya, cendol, dan penganan tradisional lainnya. Rata-rata dikemas dalam plastik dengan harga berkisar Rp1.000.

“Kalau laku semua, saya dapat Rp30 ribu, tapi kalau tak habis cuma dapat Rp20 ribu sehari,” cerita Made Widiada yang mengaku lulus SD beberapa bulan lalu.

Semua barang dagangannya, kata Made, disiapkan dari seseorang yang dia sebut ‘bos’ sekaligus menampungnya di rumahnya di kawasan Jalan Noja Denpasar. Seusianya, selain Made masih ada dua temannya lagi yang diajak tinggal satu kamar di rumah ‘bos’ nya itu, dan semuanya dari Kintamani.

Dari upah harian yang dia peroleh, dia gunakan untuk biaya hidup di luar biaya sewa rumah karena sudah ditanggung bos-nya. Kadang, dia bisa menabung, kadang diakuinya habis dipakai belanja. “Saya nabung pakai celengan,” akunya polos.

Saat ditanya, pilih mana, lebih suka jualan atau sekolah? Made sesaat terdiam, lalu berujar pelan tapi pasti, “Sekolah, saya senang sekolah.” Pandangannya sempat menerawang dan sempat terlihat sedih.

Dia pun mengaku tak bisa sekolah di SMP lantaran tak mampu membayar Rp300 ribu pada awal tahun. “Waktu itu harus bayar Rp300 ribu, tapi saya tak punya uang,” ujarnya lirih.
Lantaran di kampungnya tidak juga ada yang dikerjakan, dia pun akhirnya ikut ketika ada tawaran untuk diajak jualan di Denpasar.

“Jadi saya baru sekitar sebulan berjualan ini,” aku anak ke-6 dari 12 (tapi 2 meninggal) saudara ini. Kedua orang tua Made menggarap tegalan di kampungnya di Desa Songan (B) di Kintamani.

Saat inilahbali.com mencoba mengambil gambarnya, tiba-tiba seseorang berteriak sembari mendekat. “Nah, yang mode-model seperti ini memang perlu dikorankan,” ujar orang itu ketika sudah berdiri di hadapan Made.

Pria paruh baya ini pun membeli beberapa bungkus dagangannya, dan bahkan dengan ikhlas memberi uang tambahan. “Kasihan anak sekecil ini sudah harus berjuang mencari uang,” celetuk lelaki berbadan gempal ini. (ana)

Leave a Comment