Sisi Lain Bisnis Properti di Bali

Written by on January 1, 2014 in Khas - No comments
Lahan persawahan yang kian terdesak oleh pembangunan properti. (foto: inilahbali.com)

Lahan persawahan yang kian terdesak oleh pembangunan properti. (foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, DENPASAR –  Bisnis properti di Bali saat ini semakin menggiurkan bahkan mungkin hingga beberapa tahun ke depan masih akan tetap sangat prospektif. Apakah itu dalam bentuk investasi lahan, bangunan (vila, ruko, ataupun rumah kos-kosan) dan lainnya.

Mengapa prospektif? Salah satu faktornya adalah peminat bisnis sektor properti di Pulau Dewata ini tidak hanya ‘dimainkan’ dari kalangan warga lokal Bali semata, namun adanya kecenderungan makin derasnya investor-investor luar Bali bahkan dari mancanegara. Baik itu dari kalangan korporat maupun pribadi-pribadi.

Salah satu contoh investor dari kalangan pribadi terutama dari luar negeri, adalah dalam bentuk kerja sama atau sewa pembangunan vila dengan warga lokal yang notabene memiliki lahan. Dalam kerja sama ini, investor menyewa lahan untuk jangka waktu tertentu.

Bentuk kerja sama seperti ini rata-rata berjalan mulus dan yang jelas kedua belah pihak sama-sama menangguk keuntungan yang tak sedikit. Si investor ini umumnya punya kiat jitu tentang bagaimana membisniskan properti yang dibangun di atas lahan mitra kerjanya itu.

Keuntungan besar yang diraup ini karena mereka ini tidak bayar pajak, manajemennya dia atur sendiri. Biasanya pasar pertama yang disasar dalam memasarkan produknya itu mulai lingkungan teman-teman di negara asalnya, lingkungan kerjanya, kerabatnya, bahkan tidak tertutup kemungkinan mempromosikan lewat media online. Kiat yang diterapkan saat menangani ‘tamu’nya, dia akan selalu mengatakan bahwa yang menginap itu adalah ‘keluarganya’ atau ‘temannya’, padahal sejatinya adalah tamu yang berbayar.

Eksistensi vila-vila seperti inilah yang dikatagorikan sebagai ‘vila bodong’ karena secara prinsip tidak memiliki izin. Dalam praktiknya dia bisnis jasa akomodasi, namun tidak dilengkapi persyaratan sebagaimana fasilitas akomodasi umumnya. Misalnya tidak adanya tenaga pengamanan seperti satpam, dan beberapa vila seperti ini baru ketahuan setelah ada kasus, katakanlah ada perampokan yang menimpa tamunya yang menginap.

Hamparan sawah yang eksotis di jalur hijau, mampukah akan terus bertahan? (foto: inilahbali.com)

Hamparan sawah yang eksotis di jalur hijau, mampukah akan terus bertahan? (foto: inilahbali.com)

Mendata dan sekaligus tujuannya yang tujuannya untuk memunguti pajak properti seperti ini bukanlah perkara mudah. Selain tak berizin juga sering diklaim sebagai rumah tinggal,jadi seolah-olah yang memiliki itu adalah pemilik lahan, padahal yang membangun itu orang lain yang sekaligus dia pasarkan untuk disewakan. Gubernur Mangku Pastika juga mengakui menangani hal ini terutama agar mendapatkan pajaknya agak sulit.

Bahkan Gubernur Pastika pada acara ‘simakrama’ di wantilan Gedung DPRD Bali, akhir November 2013 mendorong kalau ada stafnya yang ingin melanjutkan kuliah untuk mendalami terkait manajemen tersebut akan diberikan beasiswa.

Indikasi makin bertambahnya vila-vila seperti ini (baca: bodong) yakni berdampak pada kecenderungan menurunnya tingkat hunian kamar di kalangan hotel-hotel. Padahal disisi lain jumlah wisatawan yang datang ke Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Memang benar, di satu sisi ada tambahan kamar hotel yang resmi, namun tidak ada kesesuaian perbandingan antara pertambahan jumlah wisatawan ke Bali dengan tingkat hunian kamar. Artinya pertambahan jumlah kamar yang resmi lebih sedikit dibandingkan peningkatan kunjungan wisatawan.

Jadi ini pun semacam indikasi yang kuat bahwa wisatawan yang jumlahnya meningkat itu ada yang terserap di vila-vila bodong, sehingga hotel-hotel tertentu merasa okupansi hotelnya menurun karena sebagaian pasarnya tersedot oleh vila bodong yang harus diakui tarifnya lebih murah yang disebabkan tiadanya membayar pajak.

Mungkin praktik-praktik semacam ini bukan tidak mungkin nantinya bisa makin ‘menular’ ke orang-orang lokal selain dari macanegara. Yang jelas, kuncinya punya akses jaringan pemasaran yang potensial. Sebab ada semacam ungkapan di kalangan tertentu bahwa ingin berinvestasi properti di Bali.

Gambaran tinginya antusiasme orang berinvestasi di Bali, sampai-sampai Gubernur Bali Mangku Pastika membahasakan seperti ini: “Pokoknya investasi, mau untung atau tidak yang penting investasi”.

Kondisi seperti itulah yang belakangan ini membuat harga lahan tanah di Bali cepat melesat. Yang bermodal besar mengincar lokasi-lokasi strategis, sementara yang bermodal menengah juga menyasar ke areal pinggiran kota bahkan hingga ke pelosok desa yang dinilai prospektif.

Bagi sebagian orang pebisnis properti dengan modal besar, dia tidak sampai membaliknamakan saat transaksi, tapi ditahan sementara di notaris sambil dia tawarkan kembali. Dengan begitu, keuntungan bisa diraih jauh lebih besar karena ketika akan melepas kembali tidak perlu bayar bea balik nama. Lantas, apakah Anda juga ingin bisnis properti di Bali? (ana)

Leave a Comment