Angka Kematian Ibu Melahirkan di Bali Jauh di Bawah Nasional

Written by on August 30, 2014 in Kabar Bali - No comments
dr. Made Suyasa Jaya,Sp.OG, Ketua Panitia Pelaksana PIT XXI POGI di Bali.

dr. Made Suyasa Jaya,Sp.OG, Ketua Panitia Pelaksana PIT XXI POGI di Bali.

inilahbali.com, DENPASAR – Jumlah kasus kematian ibu melahirkan di wilayah Bali rata-rata 80 hingga 90 orang per tahun. Angka ini jauh di bawah nasional yang mencapai rata-rata 200 an orang per tahunnya.

“Jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, jumlah kematian ibu melahirkan di Bali jauh lebih rendah yakni berkisar 80 sampai 90 orang per tahun,” ujar Ketua Panitia Pelaksana Pertemuan Ilmiah Tahunan XXI Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr. Made Suyasa Jaya, Sp.OG (K) di sela-sela acara bersih-bersih di pantai Sanur Bali, Rabu (27/8).

Menurut Suyasa yang juga Ketua POGI Cabang Denpasar ini, rendahnya kasus kematian ibu melahirkan di Bali antara lain karena wilayah Bali sangat memungkinkan dijangkau hingga ke pelosok, selain juga faktor kondisi puskesmas yang sudah bagus.

Meski capaian angka kematian ibu melahirkan jauh di bawah nasional, namun pihak POGI di Bali khususnya Denpasar terus gencar melakukan berbagai langkah agar kasus kematian ibu melahirkan bisa lebih ditekan lagi. Salah satunya programnya adalah “Peduli Remaja” yakni melakukan ceramah dan penyuluhan tentang kesehatan alat reproduksi khususnya menyasar kalangan remaja putri.

Bahkan terkait dengan program ‘Peduli Remaja’ itu, lanjut Suyasa, pihak POGI Denpasar mengusulkan agar materi pelajaran tentang kesehatan alat reproduksi bisa dimasukkan ke dalam kurikulum SMP dan SMA, yang di dalamnya juga mengajarkan tentang moral dan etika.

“Jadi bagi kami di POGI, di sekolah perlu juga diajarkan tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang berkaitan juga dengan moral dan etika,” ujar Suyasa.

Pihak pemerintah yang punya dana dan program juga diharapkan mampu menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan remaja seperti dibuat taman-taman bacaan, rekreasi yang positif sehingga mampu menghindarkan remaja putri dari pergaulan bebas.

“Pemerintah yang punya dana dan program diharapkan mampu jadi komando dalam menciptakan iklim yang sehat bagi remaja,” harap Suyasa Jaya. Sedangkan POGI sebagai organisasi sosial tetap akan melangkah walau biasanya hanya selangkah.

Dalam pertemuan ilmiah tahunan ini, selain membahas berbagai keilmuan obstetri dan penyakit kandungan juga membuat anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) guna menghadapi pasar bebas yang nantinya membolehkan dokter kandungan asing bekerja di Indonesia.

Sekilas POGI
POGI didirikan di Jakarta pada 5 Juli 1954, dengan ketua pertamanya Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, Sp.OG (1954-1963). Hingga kini POGI menjadi satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun dokter spesialis obstetric dan ginekologi di Indonesia.

Dalam visinya, POGI ingin menjadi organisasi pelopor dalammemperjuangkan hak-hak kesehatan reproduksi untukmencapai taraf kesehatan yang optimal di Indonesia. (ana)

Leave a Comment