Author Archives: IGR. Suryana

Museum Kain di Bali Hadirkan “Ganefo” Soekarno

Batik motif  "Ganefo" (kiri) menghiasi koleksi Museum Kain di Kuta Bali. (Foto: inilahbali.com)

Batik motif “Ganefo” (kiri) menghiasi koleksi Museum Kain di Kuta Bali. (Foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, KUTA – Satu lagi daya tarik wisata hadir menghiasi Bali, tepatnya di areal Beachwalk Kuta. Daya tarik wisata nirlaba ini boleh jadi satu-satunya yang menembus komplek mal di ‘kampung’ turis ini.

Itulah “Museum Kain”. Begitu memasuki ruang ini dari pintu depan, akan sangat terasa kesan eksotik, klasik, kreatif dan sekaligus modern dalam suasana temaram. Lokasinya, tepatnya berada di lantai tiga paviliun Alang-alang Beachwalk.

Sejumlah tampilan unik pun akan menyambut pengunjung. Mulai dari bentangan kain batik putih berbahan sutra layaknya layar. Dengan didukung proyektor, kain bagian atas itu pun tampak memunculkan warna-warni mirip pelangi yang bergerak pelan layaknya bergelombang dari kanan ke kiri.

Pada saat yang bersamaan, pengunjung pun akan segera mendengar suara samar-samar yang keluar dari lubang-lubang kecil pada tabung besi berukuran diameter sekitar 10 cm posisi tegak hampir 2 meter tingginya. Saat telinga didekatkan ke lubang-lubang yang bercahaya merah itu, suara pun makin nyaring terdengar.

“Ini sound tube, yang memperdengarkan suara analognya Ibu Obin (Josephine “Obin” Komara, pemilik Museum Kain) tentang seputar kain,” ujar Juliana Taufik, Manajer Museum Kain ketika inilahbali.com mengunjungi museum ini, Sabtu (4/1).

Tak jauh dari posisi itu, di bagian kiri, pengunjung sudah disuguhi puluhan aneka foto yang terpampang di dinding. Secara eksplisit sangat jelas subjek-subjek di dalam foto-foto menonjolkan penggunaan kain dalam kehidupan manusia. Pesan yang ingin disampaikan pun jelasbahwa bahwa betapa pentingnya fungsi dan peran kain dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia dari masa ke masa.

Kesan modern dan berteknologi tinggi pada museum ini tampak ketika pengunjung berada di depan pajangan kain-kain langka koleksi BINhouse. Sebab dengan perangkat layar sentuh yang dipasang di depan kain, pengunjung dengan enteng bisa mengetahui identitas kain yang ingin diketahui. Mulai dari nama kain, asal usul, bahannya, tahun pembuatan, asal daerahnya, ukurannya, dan sebagainya.

“Secara garis besar koleksinya memang dikelompokkan,” jelas Juliana. Memang meski sudah dilengkapi data yang bisa diakses lewat layah sentuh, namun dari pihak pengelola museum tetap menyediakan pemandu.

Menurut Juliana, pengelompokan terbagi atas empat bagian berdasarkan asalnya. Yakni kelompok pesisir Utara Jawa seperti Tuban (Jawa Timur), Juana, Rembang dan Kudus. Ada juga kelompok sakral yakni yang berasal dari Cirebon, Surakarta dan Jogjakarta. Kelompok lainnya dari Jawa Barat dan Madura, serta kelompok masterpiece dari BINhouse milik Obin.

Salah satu kain batik antik asal Tuban Jawa Timur adalah kain dengan motif semen yang dibingkai lidah api atau cemukiran. Kain berwarna alami indigo yang berasal dari tahun 1900 ini menyimbolkan kesuburan. Di luar empat kelompok itu masih juga ada sejumlah kain batik yang diciptakan berkaitan dengan momen-momen penting tertentu.

Sebut saja ada batik motif Thomas Cup, yang dibuat tahun 1950 di Solo saat Indonesia pertama kalinya berhasil merebut piala Thomas. Dalam motif itu tercetak penuh dengan gambar bola bulu tangkis dan raket.

Contoh lain yang tak kalah menariknya adalah kain batik ‘Ganefo’ yang dibuat tahun 1960 an. Produk ini merupakan salah satu megaproyek presiden pertama RI, Soekarno saat itu. Motif batik yang mengacu pada even Games of the New Emerging Forces (Ganefo) ini menampilkan komposisi warna-warni pelangi yang disebut ‘jelamprang’.
Kekhasan dari batik ini yakni memiliki bentuk variasi tumpal (komposisi segitiga) di tengah berbingkai motif border.

“Jadi kain ini mengacu pada even Ganefo, yang saat itu memang diminta beliau (Soekarno) kepada artisan untuk membuat batik dengan motif tersebut,” jelas Juliana. Selain Ganefo, motif lain yang juga atas permintaan Soekarno kepada artisan adalah batik motif Badminton yang saat itu merupakan pertama kalinya bagi Indonesia meraih piala Thomas Cup.

Selain itu ada juga koleksi kain batik ‘Hokokai’ dengan layout pagi-sore oleh Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa, sebuah asosiasi yang dibentuk pada pemerintahan Jepang (1942-1945). Bahkan oleh Oey Siok Kiem juga membuat untuk pasar Jepang pada Perang Dunia II. Motif gambar pada batik ini dikenal paling ramai (baroque).

Ada kupu-kupu, bunga sakura dan bungan sebanyak 7 warna dan isen yang paling detail penuhi areal permukaan pada kain. Batik jenis ini dibuat di Pekalongan Jawa Tengah pada 1950 dengan metode canting berbahan katun.

 

Suasana Museum Kain dengan berbagai koleksinya. (Foto: Ist)

Suasana Museum Kain dengan berbagai koleksinya. (Foto: Ist)

Kisah Cinta Ratu

Kain-kain koleksi yang masuk ke dalam kelompok sakral umumnya yang berkaitan dengan penggunaan pada momen-momen penting tertentu dan oleh keluarga keraton. Di balik terciptanya salah satu kain batik sakral ini ada kisah menarik tentang seorang Ratu.

Dalam cerita itu dikisahkan Kanjeng Ratu Beruk yang merupakan permaisuri dari Sri Sultan Susuhunan Paku Buwono III(1732-1788) dilanda kesedihan lantraan dirinya tidak dicintai lagi oleh sang raja. Dalam kesedihannya itu, sang Ratu pun menghabiskan waktunya untuk membatik, hingga terciptalah motif ‘truntum’.

Keberhasilan sang Ratu menciptakan motif ‘truntum’ yang berarti tumbuh dan bersatu inilah akhirnya membuat cinta mereka bersemi dan bersatu kembali. Batik koleksi di museum ini dibuat pada 1960an oleh Kanjeng Raden Tumenggung Hardjonegoro sebagai eksprerimen berdasarkan kisah sedih dari kanjeng Ratu Beruk tersebut.

Menurut Juliana Taufik, museumnya saat ini memajang 61 kain dari total 600 jenis kain langka yang dikoleksi. Kain ini dihimpun lembar demilembar sejak 1970 oleh Obin Komara bersama suaminya Roni Iswandi (sudah meninggal awal tahun ini). Kain-kain langka ini diperoleh dari 16 daerah di Indonesia yang sebagian besar berupa batik, dan sisanya ada jenis ikat, songket dan lainnya.

“Ibu Obin sangat cinta dengan kain-kain Nusantara. Saking cintanya, museum ini pun didirikan benar-benar karena idealisme dan murni non profit,” ujar Juliana mengutip obsesi Obin.

Awal ide membangun museum kain ini, lanjut Juliana, adalah dari suaminya ketika masih hidup karena melihat kecintaan istrinya pada kain dan budaya Indonesia. Untuk itulah Roni ingin mempersembahkan museum untuk Obin karena Roni tahu Obin sangat mencintai kain dan kebudayaan Indonesia.

“Jadi tujuan didirikan museum ini sangat sederhana yaitu untuk menggugah dan menginspirasi masyarakat luas untuk mencintai kain dan budaya bangsa Indonesia,” ujar Juliana mengutip ucapan Obin. Sebab pada intinya Obin ingin membagi rasa cinta terhadap kain ke semua orang.

Sejak dibuka operasionalnya pada 20 November, pengunjung pun mulai berdatangan ke museum ini. Rata-rata jumlah kunjungan 10 hingga 15 orang per hari. “Kalau dilihat pengunjungnya, sebagian besar kalangan domestik, ya sekitar 60 persen,” kata Juliana.

Mengingat jumlah koleksinya yang mencapai 600 lembar kain, sementara yang bisa ditampilkan terbatas, maka direncanakan akan digilir dalam rentang empat hingga enam bulan sehingga semuanya bisa diketahui pengunjung. (ana)

Usung Tiga Tema, Perupa Sasya Pameran di Bali

Perupa Sasya Tranggono memeragakan dua tokoh wayang. (foto:inilahbali.com)

Perupa Sasya Tranggono memeragakan dua tokoh wayang. (foto:inilahbali.com)

inilahbali.com, BADUNG – Untuk ketiga kalinya, perupa Sasya Tranggono menggelar pameran di Bali. Pameran ketiga yang sekaligus lelang amal bertajuk “From Indonesia with Love” ini didedikasikan untuk Bali Pink Ribbon Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang fokus melakukan kampanye kanker payudara di Bali.

“Pameran dan lelang amal ini saya didedikasikan kepada Bali Pink Ribbon Foundation, “ ujar Sasya sesaat sebelum acara pembukaan pameran di Seminyak, Kuta Bali, Sabtu (4/1).

Dalam pameran kali ini, Sasya mengusung tiga tema sekaligus yakni wayang, bunga dan kupu-kupu. Tema ini dinilai mewakili ranah keindonesiaan yang bagi dirinya dinilai sebagai bagian dari periodisasi penting kekaryaannya.

“Tema wayang, bunga, dan kupu-kupu cukup mewakili ranah keindonesiaan yang menjadi bagian dari periodisasi penting kekaryaan saya,” papar perupa kelahiran Jakarta 25 Desember 1963 ini.

Hampir semua sosok wayang karyayang ditampilkan itu merefleksikan narasi dan filosofi yang terkandung dari seni tradisi tersebut. Ini tak terlepas dari darah Jawa yang mengalir dalam dirinya sehingga dalam karya-karyanya yang dituangkan dalam kanvas tersirat jelas adanya pemahaman dan pendalaman karakter terhadap wayang itu sendiri.

Sementara dalam karyanya yang bertema bunga, terkesan cukup jelas ungkapan rasa sang pelukis yang menggambarkan berbagai emosi dan keindahan dalam hidup manusia. Dalam pemilihan kombinasi warna pun tampak warna-warni, mulai dari yang lembut hingga mencolok merah.

“Lukisan bunga juga merupakan ungkapan hati saya untuk berbagi kisah hidup,” ujar Sasya yang sudah melakukan pameran di sejumlah negara seperti Singapura, Kuala Lumpur.

Karya-karyanya pun cukup menyedot perhatian orang-orang besar baik di dalam negeri maunya,seperti mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Pramono Anung, Joop Ave, Fuad Hassan, Hary Tanoesoedibjo, Ciputra, Hashim Djojohadikusumo. Sementara tokoh mancanegara yang mengoleksi lukisannya antara lain presiden Corazon Aquino (Filipina), Dato Tony Fernandez (Malaysia), penyanyi Daniel Sahuleka (Belanda), dan Lopez da Cruz (Portugal).

“Saya kadang tak terpikirkan suatu ketika bisa duduk berdampingan dengan tokoh politisi,” ujarnya yang mencontohkan pertemuannya dengan Pramono Anung.

Bagi Sasya, keindahan karya-karya yang dihasilkannya itu dirasakan sebagai rahmat dan kasih Tuhan dalam menolong dirinya bermetamorfosis melewati masa-masa sulit dalam kehidupannya.

“Saya merasa kasih Tuhan begitu besar telah menolong dalam bermetamorfosis melewati masa-masa sulit dalam kehidupan saya,” ujarnya. Berkat besarnya kasih Tuhan itu pula, dia merasakan karya-karyanya memancarkan aura kebesaran Tuhan. Padahal ,kata Sasya, sebelumnya dirinya tak pernah bermimpi untuk jadi perupa.

Dia pun melukiskan kisah perjalanan hidupnya yang berwarna yang mirip warna-warni dalam karyanya. Sebab ketika keluarganya yang kedua orang tuanya adalah dokter mendorong menjadi dokter, dia malah memilih kuliah di Industrial Engineering & Operations Research di Syracuse University New York. Selanjutnya dia pun mengambil program MBA di Rotterdam School of Management di Erasmus Universiteit Belanda.

“Saya tidak jadi dokter karena tidak kuat melihat darah,” aku Sasya.

Kini, sejak menggeluti sebagai pelukis yang sudah berlangsung 20 tahun, Sasya sudah memiliki koleksi ratusan karya yang terfokus padatiga tema yakni bunga, wayang dan kupu-kupu. (ana)

Tutup 2013, Gubernur Pastika Baca Kata Mutiara

Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat membaca kata-kata mutiara. (foto: inilahbali.com)

Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat membaca kata-kata mutiara. (foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, DENPASAR – Di penghujung tahun 2013, Selasa (31/12) Gubernur Bali Made Mangku Pastika menggelar acara ramah tamah dengan pimpinan redaksi media massa dan jurnalis bertempat di press room Kantor Gubernur Bali. Di sela-sela acara yang penuh nuansa keakraban itu, mantan Kapolda Bali ini pun membaca puluhan kata mutiara yang ditulis tangan dalam sebuah buku tulis.

“Jika ingin menjadi orang besar, beradalah di lingkungan orang-orang kecil,” ujar Gubernur Pastika saat membaca satu per satu kata-kata mutiaranya. Saat itu Pastika didampingi Wakil Gubernur Ketut Sudikerta, Kepala Biro Humas, I Ketut Tenengdan staf lainnya.

Ada juga kata mutiara lainnya yang berbunyi, ”Bisikan orang besar jauh lebih dahsyat daripada teriakan orang kecil.” Yang lainnya ada juga, ”Satu musuh itu sudah banyak, tapi seribu teman masih kurang.” Bahkan istilah “AIDS” pun diartikan sebagai musuh yang harus dilawan dan kendalikan. Yakni (A) marah, I (ri hati), D (endam), dan S (ombong).

Gubernur mencatat semua kata mutiara yang ditulisnya berjumlah 219 buah, namun yang dibacakan pada acara itu puluhan saja. Semua kata-kata mutiara itu tercetus dan lahir sepanjang 2013.
Selain membacakan kata mutiara, di awal juga diputar rekaman peristiwa kegiatan selama 2013 termasuk Pilkada Bali yang menjadikannya kembali sebagai gubernur berpasangan dengan I Ketut Sudikerta untuk periode yang kedua kalinya.

Tekan Kemiskinan

Dari sejumlah program unggulan yang terkemas dalam ‘Bali Mandara’ (Bali yang maju, aman, damai, dan sejahtera), satu hal yang sangat dititikberatkan adalah pengentasan kemiskinan. Melalui program Bali Mandara, Pastika sudah mengklaim mampu menurunkan angka kemiskinan di Pulau Dewata hingga separuhnya sejak 2008. Yakni dari 6,17 persen kemiskinan pada 2008 turun drastis menjadi 3,19 persen pada 2013. Bahkan prestasi ini tercatat terbaik kedua setelah DKI Jakarta.

Dalam kurun waktu sejak 2008 hingga 2013 angka kemiskinan tinggal 3,19 persen,” papar Pastika. Hanya saja persentase tersebut diakui masih bersifat makro, artinya masih banyak di antara kalangan penduduk yang kesenjangan penghasilannya cukup tinggi.

Sebagai contoh, ada seseorang yang penghasilannya hanya Rp500 ribu/bulan dan bahkan untuk dibagi empat sampai lima orang keluarganya. Sementara di sisi lain ada satu orang bisa berpenghasilan hingga Rp1 miliar. Bagi Pastika, kondisi ini menjadi tantangan karena sebagai pemimpin harus mampu mengentaskan kemiskinan, dan optimistis akan mampu lebih baik pada akhir 2018.

“Adalah berdosa jika seorang pemimpin sampai membiarkan kemiskinan rakyatnya. Koruptor lebih berdosa lagi karena membuat rakyat lebih miskin,” ujar Pastika.

Salah satu program nyata yang dilakukan dalam pengentasan kemiskinan adalah membantu masyarakat dalam akses mendapatkan air bersih terutama di daerah tandus yang kesulitan air seperti di Nusa Penida, Kintamani, dan beberapa tempat lainnya. Untuk Nusa Penida tiap tahun digelontor dana bantuan keuangan khusus (BKK) sebesar Rp 1 miliar/tahun, dan untuk Kintamani sebesar Rp750 juta/tahun.

Gubernur Pastika bertekad memutus lingkaran yang menjadi sumber kemiskinan penduduk. Yang tak punya rumah dibantu bedah rumah, memberikan beasiswa agar anak miskin tetap bisa sekolah, memberikan layanan kesehatan gratis (jaminan kesehatan Bali Mandara/JKBM) bagi yang sakit, dan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui program simantri (sistem pertanian terintegrasi) yang tiap unitnya senilai Rp 200 juta.

Daridana Rp200 juta tersebut, antara lain berupa pemberian sapi betina. Dari sapi-sapi ini kelompok keluarga pengelolanya bisa menikmati hasil mulai dari pemanfaatan urine maupun kotoran sapi yang bisa diolah menjadi bioenergi, dan pupuk organik, termasuk anak-anak sapi menjadi bonusnya.

Dalam kepemimpinannya sejak 2008, Mangku Pastika berhasil menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) provinsi Bali dari Rp1,386 triliun pada 2008 menjajdi Rp 2,064 triliun pada akhir 2013. Sementara dana APBD pada 2008 yang besarnya Rp 1,51 triliun melonjak menjadi Rp 4,77 triliun pada 2014. (ana)

Sisi Lain Bisnis Properti di Bali

Lahan persawahan yang kian terdesak oleh pembangunan properti. (foto: inilahbali.com)

Lahan persawahan yang kian terdesak oleh pembangunan properti. (foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, DENPASAR –  Bisnis properti di Bali saat ini semakin menggiurkan bahkan mungkin hingga beberapa tahun ke depan masih akan tetap sangat prospektif. Apakah itu dalam bentuk investasi lahan, bangunan (vila, ruko, ataupun rumah kos-kosan) dan lainnya.

Mengapa prospektif? Salah satu faktornya adalah peminat bisnis sektor properti di Pulau Dewata ini tidak hanya ‘dimainkan’ dari kalangan warga lokal Bali semata, namun adanya kecenderungan makin derasnya investor-investor luar Bali bahkan dari mancanegara. Baik itu dari kalangan korporat maupun pribadi-pribadi.

Salah satu contoh investor dari kalangan pribadi terutama dari luar negeri, adalah dalam bentuk kerja sama atau sewa pembangunan vila dengan warga lokal yang notabene memiliki lahan. Dalam kerja sama ini, investor menyewa lahan untuk jangka waktu tertentu.

Bentuk kerja sama seperti ini rata-rata berjalan mulus dan yang jelas kedua belah pihak sama-sama menangguk keuntungan yang tak sedikit. Si investor ini umumnya punya kiat jitu tentang bagaimana membisniskan properti yang dibangun di atas lahan mitra kerjanya itu.

Keuntungan besar yang diraup ini karena mereka ini tidak bayar pajak, manajemennya dia atur sendiri. Biasanya pasar pertama yang disasar dalam memasarkan produknya itu mulai lingkungan teman-teman di negara asalnya, lingkungan kerjanya, kerabatnya, bahkan tidak tertutup kemungkinan mempromosikan lewat media online. Kiat yang diterapkan saat menangani ‘tamu’nya, dia akan selalu mengatakan bahwa yang menginap itu adalah ‘keluarganya’ atau ‘temannya’, padahal sejatinya adalah tamu yang berbayar.

Eksistensi vila-vila seperti inilah yang dikatagorikan sebagai ‘vila bodong’ karena secara prinsip tidak memiliki izin. Dalam praktiknya dia bisnis jasa akomodasi, namun tidak dilengkapi persyaratan sebagaimana fasilitas akomodasi umumnya. Misalnya tidak adanya tenaga pengamanan seperti satpam, dan beberapa vila seperti ini baru ketahuan setelah ada kasus, katakanlah ada perampokan yang menimpa tamunya yang menginap.

Hamparan sawah yang eksotis di jalur hijau, mampukah akan terus bertahan? (foto: inilahbali.com)

Hamparan sawah yang eksotis di jalur hijau, mampukah akan terus bertahan? (foto: inilahbali.com)

Mendata dan sekaligus tujuannya yang tujuannya untuk memunguti pajak properti seperti ini bukanlah perkara mudah. Selain tak berizin juga sering diklaim sebagai rumah tinggal,jadi seolah-olah yang memiliki itu adalah pemilik lahan, padahal yang membangun itu orang lain yang sekaligus dia pasarkan untuk disewakan. Gubernur Mangku Pastika juga mengakui menangani hal ini terutama agar mendapatkan pajaknya agak sulit.

Bahkan Gubernur Pastika pada acara ‘simakrama’ di wantilan Gedung DPRD Bali, akhir November 2013 mendorong kalau ada stafnya yang ingin melanjutkan kuliah untuk mendalami terkait manajemen tersebut akan diberikan beasiswa.

Indikasi makin bertambahnya vila-vila seperti ini (baca: bodong) yakni berdampak pada kecenderungan menurunnya tingkat hunian kamar di kalangan hotel-hotel. Padahal disisi lain jumlah wisatawan yang datang ke Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Memang benar, di satu sisi ada tambahan kamar hotel yang resmi, namun tidak ada kesesuaian perbandingan antara pertambahan jumlah wisatawan ke Bali dengan tingkat hunian kamar. Artinya pertambahan jumlah kamar yang resmi lebih sedikit dibandingkan peningkatan kunjungan wisatawan.

Jadi ini pun semacam indikasi yang kuat bahwa wisatawan yang jumlahnya meningkat itu ada yang terserap di vila-vila bodong, sehingga hotel-hotel tertentu merasa okupansi hotelnya menurun karena sebagaian pasarnya tersedot oleh vila bodong yang harus diakui tarifnya lebih murah yang disebabkan tiadanya membayar pajak.

Mungkin praktik-praktik semacam ini bukan tidak mungkin nantinya bisa makin ‘menular’ ke orang-orang lokal selain dari macanegara. Yang jelas, kuncinya punya akses jaringan pemasaran yang potensial. Sebab ada semacam ungkapan di kalangan tertentu bahwa ingin berinvestasi properti di Bali.

Gambaran tinginya antusiasme orang berinvestasi di Bali, sampai-sampai Gubernur Bali Mangku Pastika membahasakan seperti ini: “Pokoknya investasi, mau untung atau tidak yang penting investasi”.

Kondisi seperti itulah yang belakangan ini membuat harga lahan tanah di Bali cepat melesat. Yang bermodal besar mengincar lokasi-lokasi strategis, sementara yang bermodal menengah juga menyasar ke areal pinggiran kota bahkan hingga ke pelosok desa yang dinilai prospektif.

Bagi sebagian orang pebisnis properti dengan modal besar, dia tidak sampai membaliknamakan saat transaksi, tapi ditahan sementara di notaris sambil dia tawarkan kembali. Dengan begitu, keuntungan bisa diraih jauh lebih besar karena ketika akan melepas kembali tidak perlu bayar bea balik nama. Lantas, apakah Anda juga ingin bisnis properti di Bali? (ana)

Inilah Pilihan Gubernur Bali Hadapi ‘Buah Simalakama’

Gubernur Bali Made Mangku Pastika. (foto: inilahbali.com)

Gubernur Bali Made Mangku Pastika. (foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, DENPASAR  – Mungkin sudah tak asing lagi dengan ungkapan yang sering kita dengar: “Ibarat buah simalakama, dimakan ayah mati, tidak dimakan ibu mati”. Nah lho, bingung menjawabnya?

Ini sedikit mundur ke belakang, barangkali tak ada salahnya merenungkan atau sekaligus mencerna pandangan yang disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap pilihan dilematis tersebut. Pendapat orang nomor satu di jajaran Pemprov Bali ini disampaikan beberapa pekan sebelum sampai pada penghujung tahun 2013 di press room Pemprov Bali di Renon Denpasar.

Ketika itu Gubernur Pastika mengajukan pertanyaan ke sejumlah awak media yang hadir pada suatu acara ngobrol ringan di press room. Dia pun melemparkan pertanyaan terkait dilematis buah simalakama tersebut. “Ayo, siapa yang bisa jawab dan tolong jelaskan argumentasinya,” ujar mantan Kapolda Bali ini.

Ditanya demikian, para wartawan pun tampak bingung member jawaban. Namun salah seorang diantaranya nyeletuk sekenanya,”Saya pilih memakannya (berarti bapak meninggal), alasannya kalau ibu masih hidup kan bisa melahirkan lagi.”

Atas jawaban tersebut, Gubernur Pastika merasa belum puas terutama argumennya yang dianggap kurang tepat. Kalau pilihannya, memakan buah itu, Pastika sependapat. Adapun alasannya, menurut purnawirawan polisi jenderal bintang tiga ini terkait dengan kepemimpinan.

Seorang pemimpin, lanjut Pastika, sering dihadapkan pada pilihan-pilihan teramat sulit layaknya menghadapi buah simalakama tersebut. Sementara dari pilihan-pilihan yang dihadapi tersebut memang harus ada yang diputuskan untuk dipilih salah satunya, yang tentunya selalu ada konsekuensi risiko-risiko ikutannya.

Jadi kalau dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, menurut Pastika, pilihan yang diambil haruslah mempertimbangkan yang lebih banyak positifnya. Dengan demikian, bila pilihannya tidak memakan saja (buah simalakama) ibu meninggal, maka lebih baik memakannya walau risikonya bapak yang meninggal. Dengan kata lain, kelebihannya adalah masih dapat makan, yang tentunya bisa untuk menjaga kelangsungan hidup.

“Jadi dalam memutuskan pilihan di antara pilihan-pilihan yang sulit itu harus lebih mempertimbangkan mana yang lebih banyak positifnya,” ujar Pastika. (ana)

‘Denpasar Festival’ ke-6 Ajang Gelaran Kreativitas

Ajang Denpasar Festival ke-6 mampu menyedot perhatian wisatawan asing. (foto: inilahbali.com)

Ajang Denpasar Festival ke-6 mampu menyedot perhatian wisatawan asing. (foto: inilahbali.com)

inilahbali.com, Denpasar – Pemerintah Kota Denpasar terus berupaya menggali dan mengembangkan serta mengkreasi berbagai potensi yang dimilikinya. Mulai dari kuliner, tekstil, ekonomi kreatif, seni-seni tradisional bahkan juga teknologi informasi. Capaian-capaian puncak dari kreativitas pengembangan ini selanjutnya digelar dalam kemasan bertajuk “Denpasar Festival” pada setiap momen tutup tahun.

“Even Denpasar Festival tahun ini sudah yang keenam kalinya sejak digelar tahun 2008,” ujar Sekretaris Panitia Denpasar Festival, Made Saryawan, di sela-sela acara,Minggu (29/12).

Saryawan menjelaskan, pada Denpasar Festival ke-6 ini menyertakan 80 usaha kecil menengah bidang tekstil yang didominasi kain khas ‘Endek’. Selain itu juga dimeriahkan 100 UKM sektor kuliner. Stan-stan mereka gelar di sejumlah ruas jalan seperti sebagian ruas Jalan Gajah Mada, Jalan Veteran serta seputaran perempatan Patung Catur Muka, titik 0 kota Denpasar.

Dari berbagai produk hasil kreativitas masyarakat yang ditampilkan sudah terbukti mampu menembus pasar nasional bahkan internasional. Sebut saja salah satunya adalah sosis dan nugget berbahan daging lele produk UKM yang pernah tampilsebagai juara nasional. Bahkan produk UKM ini sudah memenuhi standar hotel bintang lima.

“Produk kami sudah dinilai memenuhi syarat dikonsumsi di hotel bintang lima,” ujar Made Sanjaya, Ketua Kelompok Pengolahan Ikan Mina Sari Nadi mengutip ucapan Presiden Asosiasi Chef Indonesia (ICA) Henry Alexie Bloem.

Di bidang kuliner, kata Saryawan, antara lain juga sudah dilangsungkan lebih awal menjelang puncak Denpasar Festival yakni Lomba Masakan Cita Rasa Khas Bali yang dikemas dalam even Balinese Rijztaffel Cooking Festival. Selain itu juga digelar sarasehan bertajuk ”Arsitektur Kreatif Berbasis Budaya Unggulan” untuk menguatkan visi dan misi Denpasar sebagai kota budaya.

Kegiatan lainnya yang mengawali rangkaian Denpasar Festivalke-6 ini juga lomba merangkai bunga dan membuat gebogan dengan memadukan produk lokal baik bunga maupun buah. Begitu juga kegiatan yang berkaitan dengan teknologi juga sudah digelar Denpasar Teknologi Informasi Teknologi Komunikasi (DTIK) Festival.

“Jadi pada pra puncak Denpasar Festival juga sudah digelar berbagai acara termasuk Pet’s dan Hortikultura Festival serta lomba wirausaha muda, ” jelas Saryawan.

Pengunjung Denpasar Festivalke-6 dimanjakan berbagai pilihan sajian kuliner. (foto: inilahbali.com).

Pengunjung Denpasar Festivalke-6 dimanjakan berbagai pilihan sajian kuliner. (foto: inilahbali.com).

Sementara Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra di sela-sela pembukaan Denpasar Festival berharap perhelatan yang menjadi agenda tahunan multi acara yang penuh kreativitas ini bisa menghasilakan nilai tambah terhadap perkembangan Kota Denpasar ke depan.

“Kami berharap ke depan kegiatan ini bisa menghasilkan value added yang lebih matang. Kreativitas berbasis keunggulan ini harus terus dikembangkan secara intelektual,” ujar Rai Mantra.

Rai Mantra juga berharap pada pesta rakyat yang digelar hingga 31 Desember mendatang ini dapat mempengaruhi sumber daya manusia yang selama ini dominan dilakoni oleh tenaga dari luar Bali terutama luar kota Denpasar, sehingga terjadi kebocoran ekonomi.

“Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi kebocoran ekonomi yang terjadi di Kota Denpasar. Kalau tidak mau kebocoran ekonomi, kita harus bersama-sama paham dan mendukung produksi lokal yang kita gunakan,” harapnya.

Pelaksanaan Denpasar Festival yang awal dirintisnya diberi nama “Gajah Mada Town Festival’ pada 2008 ini selalu mengambil tema yang berbeda yang disesuaikan dengan kondisinya. Tahun ini mengangkat tema ”Creative in Motion”, sebuah tematik yang menggambarkan bahwa kreativitas di Denpasar tak hanya sebatas bergulir, namun juga mempunyai kapasitas untuk menggelorakan dan menerapkan kreasi sebagai solusi dalam kehidupan sehari-hari.

Ajang Denpasar Festival ini sekaligus menjadi momentum tutup tahun, melepas matahari 2013 dan menyongsong matahari 2014. (ana)

Nugget Lele

Inilah Sosis Lele ala Sanjaya Kualitas Hotel Bintang

Nugget Leleinilahbali.com, Denpasar: Kuliner yang satu ini tak bisa dipandang sebelah mata. Walau diproduksi pengusaha kecil (UKM), namun cita rasa maupun kualitasnya sudah mencapai level hotel berbintang.

Adalah I Made Sanjaya, chef yang sekaligus ketua Kelompok Pengolahan Ikan Mina Sari Nadi yang beralamat di Jalan Sesetan Gang Jepun Denpasar ini, telah mampu memroduksi aneka olahan kuliner berbahan daging ikan lele dan rumput laut. Seperti sosis, nugget, bakso, dan bahkan krupuk krispy yang gurih.

Sukses pengolahan tangan dingin Sanjaya ini pun menarik perhatian Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Denpasar, I Dewa Made Agung untuk melihat dari dekat proses pengolahannya. Mulai dari menyiapkan daging beku lele, penggilingan, penghalusan, hingga perebusan sampaipengemasan.

“Wow nikmat,” komentar I Dewa Made Agung saat mencicipi suguhan beberapa jenis olahan daging lele, Kamis (28/11) di rumah Sanjaya.

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Bukan basa basi, kuliner yang dihasilkan Sanjaya memang sudah terbukti mampu meraih prestasi sebagai juara 1 dalam Lomba Usaha Kecil Menengah (UKM) Pengolahan Terbaik tingkat Provinsi Bali pada 2013, dan setelah mewakili Bali,Sanjaya mampu bertengger di posisi juara harapan III nasional yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan September 2013.

Tidak itu saja, pamor olahan Sanjaya ini makin berkibar ketika ikut berpameran di sebuah event di Nusa Dua baru-baru ini. Saat itu, produk kulinernya dipuji oleh presiden ICA (Asosiasi Chef Indonesia) Henry Alexie Bloem.

“Saat dicicipi, dia bilang olahan kami sudah sesuai lidah orang Eropa. bahkan beliau menawarkan untuk dipasok ke sejumlah hotel di Kuta dan Ubud,” ujar Sanjaya menirukan ucapan Bloem.

Kepiawaian Sanjaya dalam mengolah daging lele ini tak lepas dari pengalamannya selama 18 tahun bekerja di perusahaan pengolahan daging yang atasannya seorang bule chef terkenal. Dari sanalah, Sanjaya memeroleh ilmu pengolahan.

Modal Rp 250 Ribu

Sanjaya pun berkisah sampai dirinya memutuskan membuat usaha sendiri, yang dilatarbelakangi banyaknya limpahan produksi lele di kalangan pembudi daya di Sesetan, lingkungan tempat tinggalnya. Sampai akhirnya dia didesak untuk mencoba membuat olahan dari lele, yang akhirnya setelah dicoba beberapa kali menghasilkan menu yang menjanjikan.

“Saya memulai usaha sejak 2011 dengan modal Rp250 ribu, dengan targhet ingin mendapatkan penghasilan yang lebih dari sebelumnya sebagai karyawan, dan ternyata terbukti,” ujar Sanjaya. Tidak hanya penghasilan meningkat, tapi waktu kerjanya pun lebih fleksibel sehingga tidak sulit menyesuaikan dengan kegiatan-kegiatan adat.

Made SanjayaDalam pengembangan usahanya, kini Sanjaya tengah fokus mengurus izin dari BPOM, izin dari Dinas Kesehatan dan juga sertifikat halal, termasuk segera memulai pembangunan gedung sebagai syarat dari BPOM.

“Dengan memenuhi persyaratan tersebut, kami ingin menembus pasar ke hotel-hotel berbintang karena secara higienis maupun cita rasa sudah dikatakan terpenuhi,” harap Sanjaya. Selama ini, pemasarannya baru sebatas sejumlah restoran di Klungkung dan rumah makan di Denpasar.

Saat ini, dengan didukung empat karyawan, pihaknya mampu memproduksi rata-rata 300 kg lele atau rata-rata sekitar 500 kg sudah dalam bentuk produk olahan bakso dan nugget setelah dicampur tepung kentang.

Dari seekor lele, kata Sanjaya hanya kepala dan kotorannya yang terbuang. Dagingnya jadi sossis, semendata tulang dan kulitnya dia olah jadi krupuk krispy yang gurih. “Krupuk berbahan tulang dan kulit ini diyakini mampu mencegah pengapurah tulang,” ujar Sanjaya berpromosi.

Usaha Sanjaya ini sangat diapresiasi Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Denpasar, I Dewa Made Agung. Karena selain mampu menyerap tenaga kerja lokal juga sekaligus menjadi kebangkitan kuliner lokal dalam mendukung perkembangan pariwisata Bali khususnya wisata kulinernya. Apalagi sampai mampu merambah pasar ke hotel-hotel berbintang dinilai sebagai rintisan yang menggembirakan.

“Usaha kuliner ini sangat mendukung pariwisata Bali karena pariwisata tak bisa dipisahkan dari kuliner,” ujar I Dewa Made Agung. (ana)

Ayu Priyani

Ayu Priyani, Ketua Parci Denpasar Termuda di Indonesia

Ayu Priyani

inilahbali.com, Jimbaran: Ayu Priyani tercatat sebagai pemimpin organisasi keartisan (Parci) termuda di Indonesia. Bahkan siswi kelas II SMAN 1 Denpasar ini pun memecahkan rekor Indonesia Book of Records (IBoR) dalamusia 16 tahun.yang resmi dilantik sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Artis Remaja dan Cilik Indonesia (DPD Parci) Kota Denpasar, Rabu (27/11) di Hotel Grand Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali.

Menurut Dewan Penasihat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Parci, Erry Wibowo, Ayu sudah tercatat memecahkan rekor versi IBoR, tapi penyerahan sertifikatnya masih akan disusul kemudian.

“Jadi Ayu Priyani sudah berhasil memecahkan rekor Indonesia Book of Records sebagai pemimpin organisasi termuda. Sementara sertifikatnya akan diserahkan belakangan,” ujar Erry Wibowo dalam sambutannya sesaat sebelum pelantikan Ayu yang dilakukan oleh Ketua DPD Parci Bali,NTB,NTT, Casko Wibowo.

Kata Erry, dengan pelantikan Ayu sebagai Ketua DPD Parci Denpasar, berarti sudah ada dua ketua DPD Parci tingkat kabupaten/kota. Sebelumnya yang dilantikadalah IGA Primaningrat, SE sebagai Ketua DPD Parci Kabupaten Badung. .

Terpilihnya Ayu Priyani sebagai Ketua DPD Parci Denpasar karena dimata jajaran pengurus Pusat maupun DPD Bali-Nusara, bahwa Ayu memiliki bakat kepemimpinan selain juga pintar.

“Jadi pertimbangannya memilih Ayu, karena selain pintar juga punya potensi dalam kepemimpinan,” nilai Erry.

Sementara itu, Ketua DPD Parci Bali,NTB,NTT, Casko Wibowo berharap dengan resminya Ayu dilantik sebagai Ketua DPD Parci Denpasar, nantinya bisa memasilitasi kegiatan artis-artis remaja dan cilik di Kota Denpasar, sehingga bisa tercapainya prestasi yang maksimal.

Ayu Priyani

“Dengan resminya Ketua Parci Kota Denpasar dilantik diharapkan potensi yang ada di kalangan remaja dan cilik bisa tergarap lebih maksimal,” ujar Casko.

Menurut Casko potensi akting maupun menyanyi di kalangan artis-artis di Denpasar cukup potensial, cuma selama ini belum tergarap secara optimal karena belum terorganisir dengan baik.

Ayu yang putri dari pasangan ayah India (Pathmanathan Jhonson) dan Ibu asli Bali, Ida Ayu Ari Wahyuni ini mengaku sudah siap memimpin organisasi yang dipercayakan kepada dirinya. Pengalaman sebagai Ketua Osisi semasa di SMP Doremi dijadikan modal untuk memimpin organisasinya. Selain itu juga pengalaman keikutesertaannya dalam berbagai lomba seni pada ajang PSR Kota Denpasar.

“Saya akan berusaha memimpin Parci Kota Denpasar sebaik dan semaksimal mungkin,” ujar dara kelahiran Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1997 ini.

Sementara Kepala SMAN 1 Denpasar, Drs. Nyoman Purnajaya,M.Pd yang hadir pada acara pelantikan itu tampak bangga karena salah seorang anak didiknya terpilih untuk memimpin organisasi di bidang keartisan. Dia pun mendukung langkah Ayu untuk memadukan dua bidang antara studi dan organisasi keartisan yang dipimpinnya.

“Kami dari pihak sekolah tetap mendukung Ayu, karena di sekolah pun memang diberikan pilihan ekstra kurikuler bidang teater, namanya Teater Angin,” jelas Purnajaya. (ana)

Taman Nusa Gelar Pesamuan Budaya

Jaringan Kota Pusaka – ‘Taman Nusa’ Gelar Pesamuan Budaya

Taman Nusa Gelar Pesamuan Budayainilahbali.com, Gianyar: Daya tarik budaya yang disuguhkan Taman Nusa di Banjar Blahpane Kelod Desa Sidan Kabupaten Gianyar menuai pujian dari berbagai kalangan yang pernah berkunjung ke destinasi baru ini. Tak terkecuali rombongan dari Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang merupakan forum kerja sama para walikota dan bupati yang kotanya memiliki warisan budaya.

“Tempat ini sangat menarik dengan menghadirkan berbagai rumah tradisional di Indonesia,” ujar Ketua Jaringan Kota Pusaka Indonesia, Burhanudin di sela-sela acara Pesamuan Budaya yang terselenggara atas kerja sama JKPI dengan Taman Nusa, Sabtu (23/11).

Pesamuan Budaya yang dirangkaian dengan kegiatan World Culture Forum ini tercatat baru kali pertama digelar dan dinilai sangat positif untuk dijadikan sebagai ajang tukar-menukar informasi. Pasalnya, visi dan misi antar kedua lembaga ini tidakjauh berbeda yakni untuk konservasi dan pengembangan perkotaan secara berkelanjutan. Sementara Taman Nusa adalah taman wisata pendidikan yang menawarkan informasi budaya Indonesia.

“Kita harapkan nantinya diharapkan saling tukar informasi antara Jaringan Kota Pusaka Indonesia dan Taman Nusa,” harap Burhanudin yang juga Walikota Ternate ini.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif, Ukus Kuswara mengapresiasi keberadaan Taman Nusa yang konsepnya mirip Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta. “Konsep Taman Nusa ini sangat jelas melestarikan budaya Nusantara,” komentarnya.

Taman Nusa Gelar Pesamuan Budaya

“Konsep Taman Nusa sangat jelas memberi gambaran tentang budaya Indonesia. Sangat tepat dibangun di Bali karena Bali selamaini dikenal sebagai corongnya informasi Indonesia,” kata Ukus Kuswara, di sela acara Pesamuan Budayadi Taman Nusa.

Adanya kesamaan visi dan konsep Taman Nusa dengan Jaringan Kota Pusaka Indonesia, Kuswara menyatakan siap akan menjalin hubungan saling tukar informasi terutama yang berkaitan dengan budaya, pariwisata, pendidikan dan sekaligus aspek ekonominya.

“Dengan adanya saling tukar-menukar informasi ini, Bali and Beyond juga akan bisa cepat terkenal. Indonesia memang sangat kaya dengan potensi budayanya,” ujar Kuswara.

Sementara itu pendiri sekaligus pemilik Taman Nusa, Santoso Senangsyah mengatakan dirinya akan tetap berkomitmen untuk menjadikan Taman Nusa sebagai jendela dunia dengan mengoleksi menampilkan aneka ragam rumah tradisional di Indonesia. Rumah-rumah tradisional yang merupakan rangkaian sejarah budaya Nusantara itu ingin dia jadikan sebagai media pendidikan bagi generasi muda.

“Ini mimpi saya mendirikan Taman Nusa, dan saya berkomitmen menjadikannya sebagai jendela dunia,” ujar Santoso Senangsyah. (ana)